WeW: Hak Asasi Lingkungan
Minggu, 30 Agustus 2015

Hak Asasi Lingkungan

Kuliah udah berjalan empat hari dan gue telat mulu di mata kuliah pertama. Kebo banget gue. Hari pertama telat satu jam. Kuliah di mulai jam 8 AM, tapi gue datang jam 9 AM. Cerdas Per. Cerdas.

Dua hari yang lain gue telat lebih dari 30 menit. Jelas banget kalo ini salah… GUE. Ya...iyalah. Masa' salah bencong Taman Lawang. Gimana toh Masper. Bisa telat gitu lho. Ya… Namanya juga hidup. Namanya juga kuliah. Namanya juga Masper. Bodo amat!

Satu hari yang lain gimana?

Nah, kalo itu gue sebenernya telat gak telat si. Kuliah mulai jam 8 AM dan gue datang jam 8.30 AM kurang dikit. Tetep telat kali, Per.
Masa?
Belum telat, kok. Orang dosennya belum dateng. Ngehehehe. Ukuran telat bagi gue adalah saat gue datang ke kelas dan dosennya udah ada. Jadi sejauh dosennya belum dateng, gue anggap belum telat. Yoi.


Untungnya hampir semua dosen yang ngajar gue “baik-baik”. Jadi kalaupun gue telat nggak bakal di apa-apain. Mungkin dalem hati dosennya cuma bisa bilang, “Berani-beraninya dia telat di mata kuliah gue. Awas lo, gue bakal kasih nilai E- .”

Yang bikin dosen “gak baik” itu, kadang ngasih tugasnya gak ketulungan. Bahkan, salah satu dosen gue hobi banget ngasih tugas. Setiap kali pertemuan pasti ngasih tugas. Hobi kok ngasih tugas. Hobi tuh yang lebih elegan gitu lho, misalnya suka makan nasi pake kuah kopi item atau apa kek.

***

Di salah satu mata kuliah gue, Etika Lingkungan, gue dijelasin kalau hak asasi nggak cuma buat manusia, tapi alam juga punya. Dalam kehidupan manusia namanya Hak Asasi Manusia (HAM), nah, kalau alam namanya Hak Asasi Lingkungan (HAL). Misalnya, perbuatan manusia yang menebang hutan akan melanggar hak asasi hutan untuk tetap ada atau hidup. 

Di pertemuan kedua dosennya bilang kalau KONSEP PACARAN seharusnya bisa diterapkan untuk lingkungan. Mengingat saat ini banyak banget orang yang nggak peduli terhadap lingkungan. Kalau kita sadar, diluar sana ada banyak orang yang suka buang sampah sembarangan. Suka menebang pohon sembarangan. Suka kencing sembarangan.

Kalau KONSEP PACARAN diterapkan untuk alam, kayaknya gue akan menolak keras deh. Kenapa?
Kalian tahu kan gimana pacaran jaman sekarang. Kalian tahu kan apa aja yang dilakuin bagi kebanyakan orang pacaran. Kalian tahu kan kalau orang pacaran suka melakukan hal-hal seperti: pegangan tangan, pelukan, ciuman, bahkan… ah syudahlah. Kebayang kan kalo misalnya konsep ini diterapkan untuk lingkungan?

Bisa jadi ada orang yang ngeliat pohon gede di pinggir jalan, lalu dia menghampirinya, memandangnya, dan memeluknya bak seorang kekasih seraya ngomong, “Pohon. Kamu adalah sumber kehidupan. Kamu adalah sumber oksigen yang aku hirup. Kamu luar biasa, Pohon. Bahkan ketika kamu mati pun, tubuh kamu masih bisa buat bahan bangunan, kertas, dan kayu bakar. Untuk semua jasa yang kamu berikan aku ucapkan terima kasih. Tapi, maaf kemarin sore aku kencing di batang kamu.”

Lihatlah, betapa absurd-nya ketika memperlakukan lingkungan dengan konsep pacaran.

Oke. Kayaknya bukan itu maksud dosen gue. Konsep pacaran yang dimaksud adalah konsep pacaran yang baik. Maksudnya, pacaran yang sehat. Maksud dari maksudnya, pacaran yang penuh kasih sayang. Pacaran yang saling mencintai, saling menghargai, saling menghormati, dan saling-saling yang lain.
Nah, jadi bagaimana kawan? Udah kebayang kan, maksudnya gimana.

Iya. Jadi kita sebagai manusia yang beradab dan berkahlak mulia harus mencintai, menghargai, menghormati dan menjaga kelestarian lingkungan. Lingkungan kita ini udah rusak, kawan. Banyak masalah lingkungan yang kita hadapi. Polusi-lah, banjir-lah, sampah dimana-mana-lah.

Kita harus sadar bahwa lingkungan sangat penting untuk kehidupan. Kita bisa hidup karena lingkungan (bumi). Kita bisa bernafas karena lingkungan (oksigen). Kita bisa minum karena lingkungan (air). Kita bisa pup karena lingkungan (toilet).

Toilet juga butuh lahan kan. Lahan bagian dari tanah. Dan tanah bagian dari lingkungan.

O. Ya. Kata dosen lagi, saking pentingnya Hak Asasi Lingkungan, kita juga harus selektif dalam memilih makanan. Kata dia, satu hal yang pasti, kita gak boleh makan tauge. Kenapa? Karena tauge merupakan makanan belum dewasa. Sama aja dengan anak ayam yang belum pantas kita makan. Kalau kita makan, maka sama halnya dengan menghambat tauge tumbuh jadi kacang (kedelai). Dan itu melanggar hak asasi tauge untuk terus tumbuh.

Tapi maap-maap aja ya Bu Dosen Yang Terhormat, kayaknya saya bakal tetep makan bakwan. *lah*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WeW