WeW: Anak Kecil VS Orang Dewasa
Jumat, 25 Desember 2015

Anak Kecil VS Orang Dewasa


Gue selalu seneng ngeliat anak kecil yang lucu, ngegemesin, dan nggak nakal. Dan sebaliknya, gue nggak suka ngeliat anak kecil yang usil, nakal, dan suka bertingkah semuanya sendiri.
Dalam hal ini, lebih tepatnya, anak kecil yang gue maksud adalah BALITA.

Sebenernya bukan perkara nakal atau tidak nakalnya. Bukan perkara gemes atau nggaknya. Tapi lebih mengarah pada kehidupan yang mereka jalani.

Saat ini gue bisa dibilang udah cukup dewasa, walaupun masih suka nangis kalau nggak dapet perhatian dari gebetan. Jadi, tulisan ini berdasarkan perspektif gue sebagai orang dewasa.

Setelah melakukan beberapa pengamatan dan mendengar dari beberapa orang, ada beberapa perbedaan yang gue temukan antara anak kecil dengan orang dewasa, selain tinggi badan, dan perkembangan organ kelamin tentunya.


Dan ini hasilnya.

PERTAMA
Anak Kecil Bisa Bahagia Dengan Hal-Hal Yang Sederhana. Orang Dewasa Kayaknya Susah Banget Untuk Bahagia.

Coba perhatikan anak kecil di sekitar kita. Mereka masih polos. Nggak neko-neko. Apa adanya. Dan yang paling penting adalah kebahagiaan yang mereka dapatkan dari hal-hal sederhana. Mereka udah seneng saat kita kasih permen. Mereka udah seneng saat mereka main kelereng. Mereka udah bisa bahagia dengan hal-hal kecil kayak gitu.

Mereka hidup seolah-olah nggak punya masalah. Kerjaaan-nya paling cuma makan-minum-mandi-nangis-eek. Sederhana dan tanpa beban. Kalau ngeliat mereka kadang gue pengen jadi anak kecil lagi. Pengen bahagia dari hal-hal sederhana dan nggak mau mikirin masalah.

Beda halnya sama orang dewasa. Mau bahagia aja kayaknya susah banget. Banyak orang kaya yang bisa beli apa aja kadang masih nggak bahagia. Ada orang punya istri yang kata Emaknya secantik bidadari kadang juga belum bisa bahagia.

Kok bisa? Kenapa ya?

Kalau orang kaya itu presiden Indonesia, mungkin emang susah buat bahagia, karena banyak masalah yang harus diselesaikan di Indonesia. Kalau orang yang punya istri cantik itu tunanetra, kemungkinan dia nggak bisa bahagia karena nggak bisa ngeliat istrinya yang cantik jelita. Lalu bagaimana jika orang kaya yang gue maksud udah menyelesaikan masalahnya dan merasa udah nggak punya masalah lagi, namun tetap tidak bahagia? Bagaimana kalau orang tunanetra itu udah melakukan transplantasi mata, dan bisa melihat istrinya yang cantik jelita, namun tetap tidak bahagia?

Apa yang salah?


Mungkin ini jawabannya.

Ada yang bilang, karena kita nggak bersyukur dengan apa yang kita punya. Gue pernah baca sebuah tulisan yang menyatakan bahwa manusia itu adalah tipe makhluk yang nggak bisa puas dengan apa yang dia punya. Udah punya motor, pengen beli mobil. Udah punya mobil, pengen beli pesawat. Udah punya pesawat, pengen beli tanah seluas 1000 hektar, buat bandara pesawatnya. Ya, begitu. Kadang karena kita nggak bisa merasa puas dengan apa yang kita punya, kita jadi susah buat bahagia.


KEDUA
Anak Kecil Dengan Orang Dewasa Punya Cara Sendiri Dalam Menyikapi Permasalahan yang Mereka Hadapi.

Anak kecil dan orang dewasa tentu punya cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu peristiwa atau masalah. Orang dewasa pada umumnya akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. Nah, kalau anak kecil begitu dapet masalah, mentok-mentok juga nangis. Ini yang membedakan orang dewasa dengan anak kecil tentang cara menyikapi permasalahan yang mereka hadapi.

Setiap orang (dewasa) pasti punya cara yang berbeda-beda dalam menyikapi setiap masalah. Ada yang begitu kena masalah, langsung nyari solusinya. Ada yang pas kena masalah langsung marah-marah nggak jelas. Ada juga yang nangis guling-guling di tanah karena masalahnya nggak kelar-kelar.

Cara menyikapi setiap masalah juga menentukan kebahagiaan kita. Masalah yang bisa kita atasi dengan kepala dingin bisa menjadi cara agar kita mendapatkan solusi dari masalah tersebut. Beda halnya kalau kita hanya marah-marah dan cenderung menyalahkan orang lain atas masalah yang kita hadapi. Bukan solusi yang kita dapet, justru akan menambah masalah baru buat kita, entah orang yang kita salahin ikutan marah ke kita atau kita malah jadi Kyuubi saking marahnya.

Orang bilang bahwa kita harus bijak dalam menghadapi masalah, karena dalam bukunya Relationshit, Bang Alitt bilang kalau masalah adalah keputusan terbaik Tuhan yang belum mampu kita pahami. Jadi, kalau ada masalah ya pahami aja. Introspeksi diri. Mungkin masalah itu datang karena Tuhan pengen menyadarkan kita bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri kita.


KETIGA
Anak Kecil Selalu Jujur. Orang Dewasa Kayaknya Masih Suka Bo’ong. Heheu

Percaya nggak percaya, anak kecil itu selalu jujur dalam segala hal. Mereka akan berkata sesuai apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka rasakan.

Ketika dewasa, kejujuran jadi hal yang kerapkali diabaikan oleh individu. Contoh sederhananya adalah budaya mencontek. Ini adalah wujud nyata dari kejujuran yang diabaikan. Tujuannya sih baik, biar dapat nilai ujian yang bagus. Tapi, tetep, ini adalah cara yang salah.

Budaya mencontek kayaknya udah mendarah daging pada setiap pelajar. Baik pelajar SD, SMP, SMA, atau mahasiswa hobi banget sama kegiatan yang satu ini. Padahal, jelas kalau ini adalah wujud ketidakjujuran, tapi tetap dilakukan. Mau gimana lagi. Nggak bisa kita pungkiri kalau sontek-menyontek udah jadi kebiasaan para pelajar, jadi sulit dihilangkan. Mengenai hal ini, gue turut sedih…, karena gue "pernah" jadi salah satu dari pelajar itu. -_-
Maafkan saya, Pak, Bu Guru. *Sungkem*

Sudah. Itu saja, kawan. Sekian.
Kalau ada yang mau nambahin, silahkan.





Akhir yang buruk.


4 komentar:

  1. dan anak kecil adalah peniru ulung, maka sebagai orang dewasa sudah sewajarnya jika kita menirukan hal yang baik :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap. Betul ibune. Kasih contoh yang baik terhadap anak kecil yang kita temui.

      Hapus
  2. eniwey, gue nggak seneng anak kecil sih mau gimanapun, hahaha, jadi kalo ada cewek yg nyari cowok yg suka main sama anak kecil kayaknya bukan gue deh

    BalasHapus

WeW