Gue selalu
seneng ngeliat anak kecil yang lucu, ngegemesin, dan nggak nakal. Dan sebaliknya,
gue nggak suka ngeliat anak kecil yang usil, nakal, dan suka bertingkah
semuanya sendiri.
Dalam hal ini, lebih tepatnya, anak
kecil yang gue maksud adalah BALITA.
Sebenernya bukan
perkara nakal atau tidak nakalnya. Bukan perkara gemes atau nggaknya. Tapi
lebih mengarah pada kehidupan yang mereka jalani.
Saat ini gue bisa
dibilang udah cukup dewasa, walaupun masih suka nangis kalau nggak dapet
perhatian dari gebetan. Jadi, tulisan ini berdasarkan perspektif gue sebagai orang dewasa.
Setelah
melakukan beberapa pengamatan dan mendengar dari beberapa orang, ada beberapa perbedaan
yang gue temukan antara anak kecil dengan orang dewasa, selain tinggi badan,
dan perkembangan organ kelamin tentunya.
Dan ini
hasilnya.
PERTAMA
Anak Kecil Bisa Bahagia Dengan Hal-Hal Yang
Sederhana. Orang Dewasa Kayaknya Susah Banget Untuk Bahagia.
Coba perhatikan
anak kecil di sekitar kita. Mereka masih polos. Nggak neko-neko. Apa adanya.
Dan yang paling penting adalah kebahagiaan yang mereka dapatkan dari hal-hal sederhana. Mereka udah seneng saat kita kasih permen. Mereka udah seneng saat mereka main kelereng. Mereka udah bisa bahagia dengan hal-hal kecil kayak gitu.
Mereka hidup
seolah-olah nggak punya masalah. Kerjaaan-nya paling cuma makan-minum-mandi-nangis-eek.
Sederhana dan tanpa beban. Kalau ngeliat mereka kadang gue pengen jadi anak
kecil lagi. Pengen bahagia dari hal-hal sederhana dan nggak mau mikirin masalah.
Beda halnya sama
orang dewasa. Mau bahagia aja kayaknya susah banget. Banyak orang kaya yang
bisa beli apa aja kadang masih nggak bahagia. Ada orang punya istri yang kata
Emaknya secantik bidadari kadang juga belum bisa bahagia.
Kok bisa? Kenapa ya?
Kok bisa? Kenapa ya?
Kalau orang kaya
itu presiden Indonesia, mungkin emang susah buat bahagia, karena banyak masalah
yang harus diselesaikan di Indonesia. Kalau orang yang punya istri cantik itu tunanetra,
kemungkinan dia nggak bisa bahagia karena nggak bisa ngeliat istrinya yang
cantik jelita. Lalu bagaimana jika orang kaya yang gue maksud udah
menyelesaikan masalahnya dan merasa udah nggak punya masalah lagi, namun tetap tidak
bahagia? Bagaimana kalau orang tunanetra itu udah melakukan transplantasi mata,
dan bisa melihat istrinya yang cantik jelita, namun tetap tidak bahagia?
Apa yang salah?
Mungkin ini
jawabannya.
Ada yang bilang,
karena kita nggak bersyukur dengan apa
yang kita punya. Gue pernah baca sebuah tulisan yang menyatakan bahwa manusia itu adalah
tipe makhluk yang nggak bisa puas dengan apa yang dia punya. Udah punya motor,
pengen beli mobil. Udah punya mobil, pengen beli pesawat. Udah punya pesawat,
pengen beli tanah seluas 1000 hektar, buat bandara pesawatnya. Ya, begitu. Kadang
karena kita nggak bisa merasa puas dengan apa yang kita punya, kita jadi susah
buat bahagia.
KEDUA
Anak Kecil Dengan Orang Dewasa Punya Cara
Sendiri Dalam Menyikapi Permasalahan yang Mereka Hadapi.
Anak kecil dan orang dewasa tentu punya cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu peristiwa atau masalah. Orang dewasa pada umumnya akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. Nah, kalau anak
kecil begitu dapet masalah, mentok-mentok juga nangis. Ini yang membedakan
orang dewasa dengan anak kecil tentang cara menyikapi permasalahan yang mereka
hadapi.
Setiap orang
(dewasa) pasti punya cara yang berbeda-beda dalam menyikapi setiap masalah. Ada
yang begitu kena masalah, langsung nyari solusinya. Ada yang pas kena masalah
langsung marah-marah nggak jelas. Ada juga yang nangis guling-guling di tanah karena masalahnya nggak kelar-kelar.
Cara menyikapi
setiap masalah juga menentukan kebahagiaan kita. Masalah yang bisa kita atasi dengan
kepala dingin bisa menjadi cara agar kita mendapatkan solusi dari masalah
tersebut. Beda halnya kalau kita hanya marah-marah dan cenderung menyalahkan
orang lain atas masalah yang kita hadapi. Bukan solusi yang kita dapet,
justru akan menambah masalah baru buat kita, entah orang yang kita salahin
ikutan marah ke kita atau kita malah jadi Kyuubi saking marahnya.
Orang bilang
bahwa kita harus bijak dalam menghadapi masalah, karena dalam bukunya Relationshit,
Bang Alitt bilang kalau masalah adalah
keputusan terbaik Tuhan yang belum mampu kita pahami. Jadi, kalau ada masalah ya pahami aja. Introspeksi diri. Mungkin masalah itu datang karena Tuhan pengen menyadarkan kita bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri kita.
KETIGA
Anak Kecil Selalu Jujur. Orang Dewasa
Kayaknya Masih Suka Bo’ong. Heheu
Percaya nggak
percaya, anak kecil itu selalu jujur dalam segala hal. Mereka akan berkata
sesuai apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka
rasakan.
Ketika dewasa, kejujuran
jadi hal yang kerapkali diabaikan oleh individu. Contoh sederhananya adalah
budaya mencontek. Ini adalah wujud nyata dari kejujuran yang diabaikan.
Tujuannya sih baik, biar dapat nilai ujian yang bagus. Tapi, tetep, ini adalah
cara yang salah.
Budaya mencontek
kayaknya udah mendarah daging pada setiap pelajar. Baik pelajar SD, SMP, SMA, atau
mahasiswa hobi banget sama kegiatan yang satu ini. Padahal, jelas kalau ini adalah wujud ketidakjujuran, tapi tetap
dilakukan. Mau gimana lagi. Nggak bisa kita pungkiri kalau sontek-menyontek udah
jadi kebiasaan para pelajar, jadi sulit dihilangkan. Mengenai hal ini, gue
turut sedih…, karena gue "pernah" jadi salah satu dari pelajar itu. -_-
Maafkan saya,
Pak, Bu Guru. *Sungkem*
Sudah. Itu saja, kawan. Sekian.
Kalau ada yang mau nambahin, silahkan.
Kalau ada yang mau nambahin, silahkan.
Akhir yang buruk.
dan anak kecil adalah peniru ulung, maka sebagai orang dewasa sudah sewajarnya jika kita menirukan hal yang baik :)
BalasHapusYap. Betul ibune. Kasih contoh yang baik terhadap anak kecil yang kita temui.
Hapuseniwey, gue nggak seneng anak kecil sih mau gimanapun, hahaha, jadi kalo ada cewek yg nyari cowok yg suka main sama anak kecil kayaknya bukan gue deh
BalasHapusWah. Sayang banget tuh.
Hapus