Beberapa jam
yang lalu, temen gue si Andri curhat ke gue.
“Per, gue mau
ngomong sesuatu.” Kata Andri menunduk lesu.
“Yaudah, ngomong
aja.” Seru gue.
“Gue mau bilang….
Kalau… gu…..”
“Tu…tunggu.
Jangan bilang lo mau nembak gue.” dengan cepat gue potong, karena seolah-olah,
nih anak mau nembak gue. Plis. Gue normal.
“Nggak kok.”
“Ya… terus?”
“Gue mau bilang
kalau gue lagi galau banget.”
“Oh…. Lagi galau.”
“Kok lo
responnya biasa aja sih.”
“Ya masa gue
harus salto sambil bilang WOW.”
“Lo ngertiin gue
dikit kek. Gue beneran lagi down banget.” Pintanya dengan nada memelas.
“Yaudah, iya.
Cerita aja, bro.” gue nggak tega liat Andri yang kayanya emang lagi down
banget. Bisa gue lihat dari mukanya yang pucat pasi, bibir pecah-pecah, dan matanya
yang sembab. Kayanya abis nangis, nih bocah.
“Jadi gini…..”
“Iya kenapa?”
“Pertama gue mau
nanya deh.”
“Lo sebenernya mau
cerita apa mau nanya, sih?”
“Kok lo gitu.”
“Iya… iya. Oke.
Silahkan. Mau nanya apa?”
“Wajar nggak
sih, cemburu ke sahabat cewek gue yang
cowok?”
Oh. Jadi
masalahnya tentang dia sama ceweknya. Perlu kita ketahui bahwa temen gue ini
punya cewek. Namanya Sari. Orangnya bisa gue bilang baik banget. Calon istri
idaman dah pokoknya. Udah lumayan lama pacarannya, malah rencananya mereka mau
menikah tahun depan. Tapi, nih anak malah tiba-tiba curhat ke gue kayak gitu. Ada
apa ya?
“Em. Wajar aja,
sih. Tapi..”
“Tapi apa?”
belum selesei ngomong, udah dipotong sama dia duluan.
“Tapi,
tergantung situasinya kaya gimana dulu. Makanya lo cerita dulu. Baru nanya. Gue
pukul, nih.”
“Kok lo gitu,
sih.”
“Iya… iya. Maap.”
“Lo tahu cewek
gue kan?”
“Iya. Gue tahu.”
“Nah, cewek gue
ini sebelum pacaran sama gue, dia punya sahabat cowok. Lo dulu udah tahu kan
gimana perjuangan gue buat dapetin hati dia. Nah, di sela-sela perjuangan, gue
selalu ngeliat dia akrab banget sama sahabat cowoknya itu.”
“Ya pantes akrab
lah. Namanya juga sahabat.”
“Jangan dipotong
dulu. Belum selesai.”
“Iyaa.”
“Awalnya gue
biasa aja melihat mereka berdua akrab banget. Tapi, lama-lama kok nggak enak
dilihat ya. Lama-lama gue nggak nyaman dengan pemandangan itu. Lama-lama gue
jadi nggak suka liatnya. Di saat gue sedang berjuang mendapatkan hati dia, malah
ada orang lain yang deket banget sama dia. Mungkin gue cemburu.
Hingga akhirnya
gue berhasil membuat hatinya luluh. Namun, gue masih terbayang-bayang dengan sahabat
cowoknya itu. Mereka masih aja akrab. Mungkin bagi mereka keakraban itu biasa
aja. Tapi bagi gue kok agak nyesek gimana gitu, ya. Gue nggak suka aja tiap
kali liat mereka bercanda berdua. Saling ngasih perhatian satu sama lain.
Saling membantu satu sama lain. Gue nggak tahan, Per li…li…liat-nya.”
“Eh, jangan
nangis juga. Duh. Udah… cup…cup…..” Gue jadi kaya momong bayi gini. Tapi, nggak
tega juga sih liat dia nangis sesenggukan.
“Jadi gitu, Per.
Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang. Gue nggak suka dengan hubungan mereka
yang begitu dekat.”
“Oh. Gitu. Btw,
lo nggak sukanya ke sahabat cowok itu doang atau ada orang lain lagi?”
“Ada beberapa,
sih. Tapi nggak tahu kenapa gue paling nggak suka sama yang sahabat cowoknya
itu.”
“Yuadah sabar
aja.”
“Gitu doang
masa?”
“Terus piye?
Maunya gimana?”
“Kasih saran
kek. Apa kek.”
“Em. Saran ya?
Gue sih nggak punya saran khusus buat lo sih. Cuma kalau dilihat dari
masalahnya, yang bikin lo nggak suka dengan hubungan mereka tuh karena
kebiasaan kali ya. Dari pendekatan lo udah sering liat cewek lo akrab banget
sama sahabat cowoknya. Nah, kebiasaan lo adalah lo nggak suka saat mereka
begitu akrab, bahkan mungkin malah kayak pasangan.”
“Nah, iya gitu.
Akrab banget. Gue kadang mikir, ini pacarnya mana, sahabatnya mana.”
“Ya gitu.
Makanya sampe sekarang lo susah buat ngilangin kebiasaan itu.”
“Jadi gue harus gimana, Per?”
“Gimana ya.
Sebelumnya lo pernah bilang nggak ke dia, kalau lo nggak suka dengan kedekatan
dan keakraban dia dengan sahabat cowoknya.”
“Sering banget,
Per. Tapi tiap kali gue bilang gitu, dia selalu bilang kalau dia nggak ada
apa-apa sama sahabatnya itu.”
“Nah. Itu dia
udah bilang gitu. Santai aja kan kalau gitu.”
“Tapi, masa iya
sih, dia deket banget sama sahabat COWOKnya disaat ada gue disampingnya. Siapa sih
yang nyaman ngeliat pacar kita lebih akrab sama orang lain daripada sama kita
sendiri. Siapa Per?! Kasih tahu gue, siapa?!”
“Gue juga nggak
tahu. Tergantung orangnya, sih. Ada cowok yang biasa aja dengan hal seperti
itu. Ada juga cowok yang nggak suka liat hal seperti itu, contohnya lo.”
“Kalau lo jadi
gue, lo harus gimana?”
“Gue juga nggak
tahu Dri. Gue pernah mengalami seperti yang lo alami.”
“Lo pernah?”
“Iya. Di saat
gue udah ngasih tahu ke dia, ‘gue nggak suka liat ini’, dia seolah-olah
mengabaikan gue Dri. Gue ngerasa udah ngomong panjang lebar, tapi dia kaya
nggak peduli sama omongin gue. Rasanya nggak enak banget. Di situ juga gue bingung
harus gimana. Mungkin sama kaya lo yang sekarang.”
“Kok lo jadi
ikutan curhat.” -_-
“Duh.
Sorry-sorry. Kebawa suasana. Heheu”
“Yaudah. Gue
harus gimana?”
“Itu kan gue
bilang kagak tahu Dri.”
“Yaelah. Kasih
motivasi kek. Saran kek. Lo kan sok tahu, Per. Nah, sok tahu aja ngasih
sarannya.”
“Kampret.” -_-
“Yaudah apa?”
“Maksa banget
lu.” -_-
“Apa, Per?”
“Iya. Bentar,
gue lagi mikir nih.” Gue mencoba memikirkan tentang kata-kata sok tahu gue
untuk memberi dia saran atau semacamnya.
“Buruan!”
“Iye.”
“Apaan?”
“Belum nemu.”
“Lu mah….”
“Gini aja, Dri.
Pertama: lo kan pacarannya udah lama. Udah dua tahunan lah ya. Kedua: lo ada
rencana nikah tahun depan. Ketiga: lo pasti sayang sama dia.”
“Terus?”
“Gue tahu
rasanya gimana perasaan lo atas apa yang lo alami. Emang nggak enak Dri. Rasanya di hati emang panas. Cuma
jangan terlalu ngikutin ego lu. Lu harus mikir, hubungan kalian itu udah jauh.
Udah mau nikah. Jadi lu harus mengontrol ego lu. Susah sih iya, tapi harus
dibiasakan dari sekarang.
Gue yakin cewek
lo sebenernya ngerti dengan apa yang lo bilang. Lo bilang kalau lo nggak suka
ketika dia deket dan akrab banget sama sahabat cowoknya itu kan. Nah, dia mungkin
juga butuh pembiasaan. Dia butuh waktu untuk membuat kebiasaan lama dengan sahabat cowoknya itu pudar bahkan hilang. Selama itu, lu harus ngerti. Belajar dewasa dikit lah. Udah gede kan, bro. Heheu
Gue tahu, lo
orangnya sensitif banget. Gampang tersinggung. Jadi wajar aja kalo lo liat
kejadian kaya gitu lo bakal nggak suka. Gue tahu hati lo terlalu lembut untuk
ukuran seorang cowok. Mental lo lemah. Cemen. Apalagi soal wanita. Lo terlalu
takut untuk memulai. Lo terlalu tidak percaya diri.
Hingga akhirnya
lo ketemu sama dia kan. Sama Sari. Gue tahu pendekatan lo terlalu brutal. Lo
pas ngedektin dia, terlalu vulgar mengatakan kalau lo sangat ingin memilikinya.
Walaupun dia sempat ilfeel, tapi akhirnya lo bisa dapetin dia kan. Perjuangan
lo nggak sia-sia, Bro.
Gue tahu lo
selalu merasa beruntung mendapatkan wanita sebaik dia. Gue bisa bilang kalau
dia baik banget, Dri. Lo bisa nyari cewek yang lebih cantik di luar sana, tapi
gue rasa lo akan kesulitan mencari wanita seperti dia. Percaya sama Tuhan dan
sama gue. Dia sayang banget sama lo."
“Makasih, Per.”
“Gitu doang?”
“Ya masa gue harus
salto sambil bilang WOW.”
“Asek. Galaunya ilang
nih.”
“Lumayan lah.”
“Bagus lah.”
“Makasih ya.”
“Santai
aja.”
“Gue boleh
nggak..”
“Apaan?”
“Peluk lo.”
“Dih. Ogah.”
“Peeer”
“Apaan sih.”
“Gue peluk ya.”
“Ogah. Sono lu
ama cewek lu bae.”
“Peeer.”
“Woe. Sadar woe…..”
Gue lari
terbirit-birit, takut keperjakaan gue diambil sama bocah gendeng ini.
lo bijaak juga ya kalo diliat liat hehe dari cara lo jawabin omongan temen lo hehe
BalasHapusBijak yang sok tahu mbak. Haha
HapusMas per, kan cuma jelasin gimana seharusnya si cowok. Terus ceweknya harusnya gimana?
BalasHapus