“Per, nggak enak
ya dicuekin.” Andri tiba-tiba nyeletuk ke gue.
“Dicuekin
gimana?” tanya gue.
“Lagi bahas
masalah penting. Ngomong sampe mulut berbusa-busa, eh, nggak ada tanggepan.
Ditinggal gitu aja. Nggak enak, Per. Bener. Sedih gue.”
“Waduh. Yang sabar aja ya, bro. Kadang orang
emang suka gitu.”
“Tapi ini
menyakitkan, Per. Udah cerita panjang lebar, dianya nggak ada respon, nggak ada
tanggepan, kaya nggak ada apa-apa. Kaya nggak peduli. Padahal ini masalah
penting, Per.”
Andri cerita
panjang lebar dengan wajah yang menyedihkan. Mata sembab. Hidung kembang
kempis. Rambut berantakan. Baju compang-camping. Jalan ngesot-ngesot. Kasian.
“Yaudah. Emang
nyakitin, sih. Tapi kan udah terjadi juga.”
“Sedih gue, Per.
Mending gue minum temulawak satu botol daripada ngalamin kejadian kaya gini.”
“Yee. Siapa juga yang mau digituin. Yaudah sih,
nggak usah sedih lagi.”
“Tapi…”
“Apa?”
“Gue sedih, Per.”
“Iya, gue tahu.”
“Tahu apa?”
“Kalau lu sedih.”
“Iya. Gue sedih
banget, Per.”
“Iya.”
“Iya apa?”
“Lu sedih kan?”
“Iya. Gue sedih.”
“Yaudah.”
“Yaudah apa?”
“Nggak usah
sedih lagi.”
“LU TUH NGERTI
PERASAAN GUE NGGAK, SIH. SAKIT PER. SAKIIT !!!”
“Main PS yuk !”
“Yuk”
-_-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar