WeW: Waktu: Sesuatu yang Tak Akan Kembali
Senin, 21 September 2015

Waktu: Sesuatu yang Tak Akan Kembali


Kemarin, Sabtu 19 September 2015, kalo kalender di rumah gue gak salah. Hari dimana gue lagi dan lagi dan lagi dan lagi…. TELAT. Parahnya lagi gue nggak tahu kalau ada perubahan jadwal mata kuliah.

Salah satu mata kuliah di hari Minggu dipindahkan di jam pertama hari Sabtu. Masalahnya bukan karena telat atau ketinggalan materi kuliah, tapi ada tugas yang harus dikumpulin dalam mata kuliah itu. Gue yang mengira tugasnya dikumpulin hari minggu sesuai jadwalnya harus kaget sekaget-kagetnya saat baru tahu ada perubahan jadwal. Kemana aja lu, Per.

Sebenarnya tugasnya udah selesei, tapi belum gue print. Saking telatnya, gue cuma punya waktu 15 menit sampai kuliah selesai untuk nge-print. Tadinya gue mau izin, tapi kagak enak karena gue baru datang. Akhirnya, gue mutusin buat izin nge-print saat kuliah selesai.

Selesai kuliah gue izin nge-print.

“Maaf Bu. Saya boleh izin nge-print tugas saya?” tanya gue.

“Oh. Iya. Silahkan.”

“Terima kasih. Ibu tunggu sebentar ya.”

“Iya.” Jawab dosen sambil mengangguk.

Gue bergegas menuju warnet/tempat fotokopi/rumah warga/apapun itu yang penting bisa numpang nge-print.

Setelah mengamati kiri-kanan jalan, akhirnya gue ngeliat tempat fotokopi.
Gue nanya, “mas, bisa nge-print gak?”

“Nggak bisa, mas. Di warnet sana tuh bisa.” Jawab abang-abang tukang fotokopi sambil nunjuk warnet di seberang jalan.

“Oke. Makasih, mas”.

Gue menuju warnet yang di maksud.

“Mas, numpang ngeprint ya.”

“Oke.”

Selesai nge-print gue buru-buru balik lagi ke tempat kuliah. Lega rasanya masih punya kesempatan ngumpulin tugas di detik-detik terakhir. Ini sama halnya kayak ngejar-ngejar gebetan kita ke bandara yang mau pergi ke luar negeri dan cuma mau bilang, “jadian yuk ?”. Penuh pengorbanan.

Sampai di tempat kuliah gue segera mencari dosen yang lagi nunggu gue. Gue mencari-cari di sekitar ruang kuliah. Tapi gak ada tanda-tanda kehidupan, eh, tanda-tanda keberadaan dosen gue. Gue udah cari di parkiran gak ada. Di lantai dua gak ada. Di toilet cewek gak ada (yang ini gue bo’ong).

Merasa kesulitan menemukan seorang dosen yang kurang beruntung punya mahasiswa kayak gue ini, gue pun nanya ke seorang anak muda (kayaknya penanggung jawab absensi).

“Mas, ibu itu (gak berani nyebut nama. Hehehe) di mana ya?” tanya gue.

“Nggak tahu mas. Udah pulang kali. Mobilnya masih ada nggak?”

“Mobilnya yang mana mas?”

“Yang mersi itu loh. Bentar saya cek.” Si masnya ngecek mobil yang dimaksud. Kemudian dia bilang, “wah, mobilnya udah nggak ada mas.”

“Ja…jadi?”

“Iya. Dia udah pulang.”

JEGERRR. Mendadak petir menyambar-nyambar. Langit hitam kelam. Hujan badai. Gunung api meletus. Gempa bumi mengguncang dunia.

Bu dosen udah pulang. IYA. UDAH PULANG.

Ini sama halnya pengorbanan gue yang udah capek-capek ngejar gebetan gue ke bandara yang cuma mau bilang, “jadian yuk?” berakhir dengan jawaban, “Sori. Gue ke luar negeri mau nikah sama pacar gue.”

Mengenaskan.

Temen-temen gue bukan ngehibur gue malah nyukur-nyukurin gue. Kampret.

“Gue udah capek-capek nge-print, eh dosennya malah gak ada. Padahal tadi gue udah izin dan dia mau nunggu. Ini malah ditinggal pulang.” curhat gue.

“Per, lu sebenernya salah paham.” celetuk Iba.

“Lah, salah paham kenape?” tanya gue.

“Bu Dosen sebenernya nungguin lu.”

“Nunggu di mana?”

“Di rumahnya.” kata Iba diikuti tawa membahana dari temen-temen gue yang lain.

“….”

Oke. Mungkin ini hukuman buat gue.

Selama ini mungkin gue kurang menghargai waktu. Gue banyak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang gak penting. Gue banyak membuang-buang waktu cuma buat browsing gak jelas, ngomong sama tembok, ngafalin lagu tapi gak hafal-hafal, ngeliatin gebetan, naik motor tapi gak jalan-jalan karena terjebak macet, nulis blog ini (kalo ini mungkin agak berguna), dan kegiatan sampah lainnya.

Padahal, seperti yang kita tahu bahwa waktu sangat berharga. Waktu yang terbuang nggak akan bisa kembali lagi. Dalam satu jam saja banyak hal yang bisa kita lakukan. 10 menit untuk makan, 10 menit untuk olahraga, 10 menit untuk mandi, 10 menit untuk menulis, 10 menit untuk mengucapkan ‘aku sayang kalian’ kepada orang-orang yang kita sayangi, dan 10 menit untuk hal yang lain. Satu jam juga bisa menghasilkan ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah.

Seharusnya dari pengalaman ini gue bisa belajar bagaimana seharusnya gue menghargai waktu. Harusnya gue bisa memanfaatkan dan meminute waktu dengan baik. Harusnya gue bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat dengan waktu yang gue punya. Dan harusnya gue gak telat lagi.
Semoga.



2 komentar:

WeW