WeW: "La-BOR-an" Bukan "Penge-BOR-an"
Sabtu, 13 Februari 2016

"La-BOR-an" Bukan "Penge-BOR-an"


Pekerjaan adalah salah satu hal yang kita butuhkan. Alasan utama kenapa orang harus bekerja adalah untuk mendapatkan uang. Tidak bisa kita pungkiri bahwa setiap orang memerlukan uang, setidaknya untuk satu alasan: makan. Sebenarnya, tanpa uang pun masih ada cara lain kalau hanya untuk sekedar makan, misalnya: hidup di hutan layaknya suku pedalaman. Tapi, dengan adanya uang, kita akan lebih mudah untuk mendapatkan makanan.

Selain ‘uang’, masih banyak alasan lain kenapa orang harus bekerja. Gue sendiri juga punya alasan, yaitu untuk bayar kre…, eh, maksud gue untuk mengisi waktu luang. Iya. Gitu.

Ada banyak waktu yang gue punya karena gue hanya kuliah setiap Sabtu dan Minggu. Jadi, daripada gue pas di rumah cuma berkhayal pacaran sama Citra Kirana, mending gue ngelakuin hal yang sedikit bermanfaat.


Jangan tatap aku, mbak. Ndak kuat....

Di salah satu postingan, gue pernah bilang kalau gue akan membahas tentang pekerjaan gue. Dan saat ini, gue rasa adalah waktu yang tepat. Asek. Kayak penting aja, Per.

Nama pekerjaannya: LABORAN.

Pertama kali dengar kata ini, gue nggak tau jenis pekerjaan macam apa yang akan gue kerjakan. Gue udah nyoba nge-search di google, tapi nggak nemu jawaban memuaskan tentang apa itu laboran.
Hingga akhirnya gue membuat sebuah hipotesa tentang LABORAN berdasarkan suku katanya.

LA

BOR

AN

LA-BOR-AN

Karena di situ ada suku kata BOR, gue sempat menduga bahwa laboran adalah sejenis pekerjaan yang melakukan pengeboran sepanjang waktu. Entah, mengebor dinding, mengebor tanah, atau mengebor hati yang tak bisa ditembus. Entahlah.

Informasi mengenai pekerjaan ini gue dapetin dari seorang guru yang nanti akan memudahkan jalan gue. Iya. Ciri khas orang Indonesia harus punya ‘penghubung’.

Hingga pada suatu hari, gue dateng ke sekolah tempat guru yang gue maksud mengajar. Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya ujian masuk kerja pun di mulai. Ada tes tertulis dan tes wawancara. Tes tertulisnya ngerjain soal kimia, gitu. Serasa ujian nasional. Gue mengerjakan soal dengan rumus yang udah mulai sirna dari otak gue. Tapi, kerennya gue lulus…, tanpa dinilai. Lagi-lagi peran…, ah syudahlah.

Singkat cerita gue akhirnya diterima kerja di sekolah itu. Setelah dikenalkan dengan kepala sekolah, gue diajak ke ruangan tempat gue bekerja. Dan kalian tau ruangan apa yang gue masuki. Luar biasa. Sebuah ruangan kotor nan berantakan yang tidak lebih baik dari sarang burung.
“Pak, ruangan apa ini?”
“Laboratorium.”
“Ooh.” -_-

Gue nggak nyangka akan ditempatkan di ruangan kotor yang mengaku bernama ‘laboratorium’ itu. Ini ruangan kayaknya nggak pernah diurus. Ya, memang sih, waktu itu lagi ada renovasi. Tapi, minimal disapu kali. Toh, yang direnovasi kan lantai atas.
PS: Laboratorium ada di lantai bawah.

Dengan kondisi seperti ini, akhirnya gue berjibaku dengan debu dan kotoran kurang lebih selama 1440 jam. Dem.

Setelah beres, pekerjaan yang sebenarnya akhirnya muncul. Tidak sesuai dengan hipotesa gue, pekerjaan ini mengharuskan gue menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum siswa, sekaligus jadi pengawas. Guru pembimbingnya, dan gue pengawasnya. Ngawasin anak nakal biar nggak ada yang mainin alat. Nggak penting. -_-



Nggak papa, sih. Setidaknya gue bisa mengawasi mereka sekaligus mengamati apa aja yang mereka lakukan. Dari pengamatan yang gue lakukan, gue akan tahu mana siswa yang ngerti, mana siswa yang nggak ngerti dan mana siswa yang sok ngerti tentang materi praktikum.

Ngomogin soal praktikum kadang gue suka mempertanyakan apa yang dipikirkan oleh siswa terkait sebuah praktikum. Apakah mereka senang atau nggak?

Secara umum, pasti ada yang nggak suka sama praktikum. Gue penasaran sama alasan mereka. Kenapa suka? Dan kenapa nggak suka?

Gue sendiri dari SD sampe SMA, nggak suka sama yang namanya praktikum. Alasannya simple: males aja. Gue cenderung pasif baik di kelas maupun di luar kelas. Jadi kalau ada kegiatan semacam praktikum yang mendorong siswa untuk aktif, gue ngerasa nggak nyaman. Gue nggak suka dipaksa untuk jadi aktif. Pertama, karena gue pemalu. Kedua, guenya males karena gue pemalu.

……………..

Beberapa waktu yang lalu, gue melakukan survei kecil-kecilan untuk menjawab rasa penasaran gue tentang alasan kenapa siswa suka atau tidak suka dengan praktikum.

Gue mengumpulkan data dengan metode yang paling mudah menurut gue. BERTANYA.
Pertanyan gue juga simpel. Kayak gini.
“Bagaimana perasaanmu saat kegiatan praktikum? Senang atau tidak? Sertakan alasannya!”

Gue bertanya kepada 10 siswa (random) dalam sebuah praktikum. Dan hasilnya seperti ini.

  1. Delapan siswa menjawab: SENANG.
Alasannya beragam. Tapi, setelah gue rangkum, kurang lebih alasan mereka sama, bahwa praktikum merupakan kegiatan menyenangkan yang lebih mudah dipahami daripada teori.

  1. Seorang siswa menjawab: BIASA AJA
Pas gue tanya alasannya apa, bilangnya nggak tau. -_-
Etdah, untung dia cewek… cantik.

Kayak gini.... Sugoi.... =D

  1. Seorang siswa menjawab dengan: CARANYA SENDIRI.
Alasannya: Karena dengan praktikum dia tidak diam terus di tempat, bisa pindah-pindah, diri jadi nggak pegel. -_-

Dari hasil tersebut, yang mungkin kurang akurat, yang mungkin ada yang nggak setuju, yang mungkin nggak penting, yang jelas gue menyimpulkan bahwa mayoritas siswa senang dengan kegiatan praktikum.

Lalu, pertanyaan berikutnya yang muncul di benak gue adalah seberapa penting kegiatan praktikum itu?


14 komentar:

  1. penting banget. banayk sekolah yg belum punya tempat praktikum yg layak. Padahal praktek itu bisa memperlihatkan bukti dari ilmuyg sdh pernah diberikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu ya, Bu. Sepertinya anda seorang guru. Hehehe

      Hapus
  2. Jaman dulu jarang banget bisa masuk labor, alasanya alatnya ga cukup. Padahal pengen banget tiap mata pelajaran yang berbasis IPA itu bisa ke labor. Paling engga bisa tukar suasana belajar dan yang paling penting saya lebih nangkep belajarnya kalo dipraktekkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kurang lebih sama dengan jawaban 8 siswa yang saya tanyakan. Mereka senang dengan kegiatan praktikum karena lebih mudah dipahami daripada sekedar teori yang diberikan.

      Hapus
  3. Karena masper akhirnya saya ngeblog lagi (lho..). ._.)
    Ooh sekarang feri kerja jadi laboran tooh feer.. sing semangaat!
    Btw kerja di lab sekolah mana fer? sapatau nanti gw kalo lagi iseng bisa nyolong al.. eh, maen-maen kesono gitu..
    heheheheheheh
    *ketawa setan*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yosh..., gue tunggu aksinya Yar. Heheu
      Gue kerja di salah satu SMA di Tangsel Yar. Inisial nya Dupam. Tau kan? Tau lah. Main-main aja sini. =D

      Hapus
    2. Wkwkwk
      Tapi blog gw cuma ngeshare link-link aja kok fer sekarang mah ._.
      Kali tertarik bisa di cek somekindofninjapanda.blogspot.com.. yah kali-kali ada yang menarik gitu fer.. heheheh

      Oooh dupaam.. bole bole kalo gw nggak nyasar nanti gw samperin yak..
      heheh

      Hapus
    3. Okeh Yar....
      Nanti gue cek blog nya. Heheu
      Btw, yang barubelajarmakan gimana Yar? Gue berharap itu juga dilanjutin. =D

      Hapus
    4. Sepertinya tidak akan berlanjut fer.. itu.. adalah tulisan anak alay ._.
      wkwk

      Hapus
    5. Lah... Kayaknya sejenis kayak tulisan gue Yar. Jangan-jangan tulisan gue juga alay maksimal nih. Hahaha
      Setidaknya, di blog yang baru, lo juga bikin tulisan yang menghibur Yar. Biar gue bisa tahu perkembangan seorang jenius macam ente. Heheu
      Nggak usah panjang-panjang. 6-8 paragraf cukup lah. Banyak-banyak nanti mata gue sakit bacanya. Lo kan kalo nulis udah kayak ngejar gebetan aja, berhentinya susah. Hehe

      Hapus
    6. Ngahaha fer, tulisan loe itu yang bikin ngakak.
      Wkwkwk
      Dan seperti permintaanmu akhirnya gw ngepost lagi di barubelajarmakan.blogspot.com sok cekidot gan!
      xD

      Sepertinya gw bakal maenin 2 blog nih fer jadinya heheh

      Hapus
    7. Btw, 6-8 paragraf kalo diketik banyak juga yak fer... ._.)

      Hapus
    8. Yooosssh...
      Yokai... nanti gue mampir Yar. Heheu

      Hapus
    9. makasih perrr ditunggu oleh-olehnya :3

      Hapus

WeW