Pekerjaan adalah
salah satu hal yang kita butuhkan. Alasan utama kenapa orang harus bekerja
adalah untuk mendapatkan uang. Tidak
bisa kita pungkiri bahwa setiap orang memerlukan uang, setidaknya untuk satu
alasan: makan. Sebenarnya, tanpa
uang pun masih ada cara lain kalau hanya untuk sekedar makan, misalnya: hidup
di hutan layaknya suku pedalaman. Tapi, dengan adanya uang, kita akan lebih
mudah untuk mendapatkan makanan.
Selain ‘uang’, masih
banyak alasan lain kenapa orang harus bekerja. Gue sendiri juga punya alasan,
yaitu untuk bayar kre…, eh, maksud gue untuk mengisi waktu luang. Iya. Gitu.
Ada banyak waktu yang gue punya karena gue hanya kuliah
setiap Sabtu dan Minggu. Jadi, daripada
gue pas di rumah cuma berkhayal pacaran sama Citra Kirana, mending gue ngelakuin hal yang sedikit
bermanfaat.
Jangan tatap aku, mbak. Ndak kuat....
Di salah satu
postingan, gue pernah bilang kalau gue akan membahas tentang pekerjaan gue. Dan
saat ini, gue rasa adalah waktu yang tepat. Asek. Kayak penting aja, Per.
Nama
pekerjaannya: LABORAN.
Pertama kali
dengar kata ini, gue nggak tau jenis pekerjaan macam apa yang akan gue
kerjakan. Gue udah nyoba nge-search
di google, tapi nggak nemu jawaban memuaskan tentang apa itu laboran.
Hingga akhirnya
gue membuat sebuah hipotesa tentang LABORAN berdasarkan suku katanya.
LA
BOR
AN
LA-BOR-AN
Karena di situ ada
suku kata BOR, gue sempat menduga bahwa laboran adalah sejenis pekerjaan yang
melakukan pengeboran sepanjang waktu. Entah, mengebor dinding, mengebor tanah,
atau mengebor hati yang tak bisa ditembus. Entahlah.
Informasi mengenai
pekerjaan ini gue dapetin dari seorang guru yang nanti akan memudahkan jalan
gue. Iya. Ciri khas orang Indonesia harus punya ‘penghubung’.
Hingga pada
suatu hari, gue dateng ke sekolah tempat guru yang gue maksud mengajar. Setelah
berbasa-basi sebentar, akhirnya ujian masuk kerja pun di mulai. Ada tes
tertulis dan tes wawancara. Tes tertulisnya ngerjain soal kimia, gitu. Serasa
ujian nasional. Gue mengerjakan soal dengan rumus yang udah mulai sirna dari
otak gue. Tapi, kerennya gue lulus…, tanpa dinilai. Lagi-lagi peran…, ah
syudahlah.
Singkat cerita
gue akhirnya diterima kerja di sekolah itu. Setelah dikenalkan dengan kepala
sekolah, gue diajak ke ruangan tempat gue bekerja. Dan kalian tau ruangan apa
yang gue masuki. Luar biasa. Sebuah ruangan kotor nan berantakan yang tidak
lebih baik dari sarang burung.
“Pak, ruangan
apa ini?”
“Laboratorium.”
“Ooh.” -_-
Gue nggak
nyangka akan ditempatkan di ruangan kotor yang mengaku bernama ‘laboratorium’
itu. Ini ruangan kayaknya nggak pernah diurus. Ya, memang sih, waktu itu lagi
ada renovasi. Tapi, minimal disapu kali. Toh, yang direnovasi kan lantai atas.
PS: Laboratorium ada di lantai bawah.
Dengan kondisi seperti
ini, akhirnya gue berjibaku dengan debu dan kotoran kurang lebih selama 1440
jam. Dem.
Setelah beres,
pekerjaan yang sebenarnya akhirnya muncul. Tidak sesuai dengan hipotesa gue, pekerjaan
ini mengharuskan gue menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum siswa, sekaligus
jadi pengawas. Guru pembimbingnya, dan gue pengawasnya. Ngawasin anak nakal biar
nggak ada yang mainin alat. Nggak penting.
-_-
Nggak papa, sih.
Setidaknya gue bisa mengawasi mereka sekaligus mengamati apa aja yang mereka
lakukan. Dari pengamatan yang gue lakukan, gue akan tahu mana siswa yang
ngerti, mana siswa yang nggak ngerti dan mana siswa yang sok ngerti tentang
materi praktikum.
Ngomogin soal
praktikum kadang gue suka mempertanyakan apa yang dipikirkan oleh siswa terkait
sebuah praktikum. Apakah mereka senang atau nggak?
Secara umum,
pasti ada yang nggak suka sama praktikum. Gue penasaran sama alasan mereka.
Kenapa suka? Dan kenapa nggak suka?
Gue sendiri dari
SD sampe SMA, nggak suka sama yang namanya praktikum. Alasannya simple: males
aja. Gue cenderung pasif baik di kelas maupun di luar kelas. Jadi kalau ada
kegiatan semacam praktikum yang mendorong siswa untuk aktif, gue ngerasa nggak
nyaman. Gue nggak suka dipaksa untuk jadi aktif. Pertama, karena gue pemalu.
Kedua, guenya males karena gue pemalu.
……………..
Beberapa waktu yang
lalu, gue melakukan survei kecil-kecilan untuk menjawab rasa penasaran gue
tentang alasan kenapa siswa suka atau tidak suka dengan praktikum.
Gue mengumpulkan
data dengan metode yang paling mudah menurut gue. BERTANYA.
Pertanyan gue
juga simpel. Kayak gini.
“Bagaimana perasaanmu saat kegiatan
praktikum? Senang atau tidak? Sertakan alasannya!”
Gue bertanya
kepada 10 siswa (random) dalam sebuah praktikum. Dan hasilnya seperti ini.
- Delapan siswa menjawab: SENANG.
Alasannya
beragam. Tapi, setelah gue rangkum, kurang lebih alasan mereka sama, bahwa praktikum
merupakan kegiatan menyenangkan yang lebih mudah dipahami daripada teori.
- Seorang siswa menjawab: BIASA AJA
Pas
gue tanya alasannya apa, bilangnya nggak tau. -_-
Etdah,
untung dia cewek… cantik.
Kayak gini.... Sugoi.... =D
- Seorang siswa menjawab dengan: CARANYA
SENDIRI.
Alasannya:
Karena dengan praktikum dia tidak diam terus di tempat, bisa pindah-pindah, diri
jadi nggak pegel. -_-
Dari hasil
tersebut, yang mungkin kurang akurat,
yang mungkin ada yang nggak setuju, yang
mungkin nggak penting, yang jelas gue menyimpulkan bahwa mayoritas siswa senang dengan kegiatan
praktikum.
Lalu, pertanyaan
berikutnya yang muncul di benak gue adalah seberapa penting kegiatan praktikum
itu?
penting banget. banayk sekolah yg belum punya tempat praktikum yg layak. Padahal praktek itu bisa memperlihatkan bukti dari ilmuyg sdh pernah diberikan
BalasHapusBegitu ya, Bu. Sepertinya anda seorang guru. Hehehe
HapusJaman dulu jarang banget bisa masuk labor, alasanya alatnya ga cukup. Padahal pengen banget tiap mata pelajaran yang berbasis IPA itu bisa ke labor. Paling engga bisa tukar suasana belajar dan yang paling penting saya lebih nangkep belajarnya kalo dipraktekkan.
BalasHapusKurang lebih sama dengan jawaban 8 siswa yang saya tanyakan. Mereka senang dengan kegiatan praktikum karena lebih mudah dipahami daripada sekedar teori yang diberikan.
HapusKarena masper akhirnya saya ngeblog lagi (lho..). ._.)
BalasHapusOoh sekarang feri kerja jadi laboran tooh feer.. sing semangaat!
Btw kerja di lab sekolah mana fer? sapatau nanti gw kalo lagi iseng bisa nyolong al.. eh, maen-maen kesono gitu..
heheheheheheh
*ketawa setan*
Yosh..., gue tunggu aksinya Yar. Heheu
HapusGue kerja di salah satu SMA di Tangsel Yar. Inisial nya Dupam. Tau kan? Tau lah. Main-main aja sini. =D
Wkwkwk
HapusTapi blog gw cuma ngeshare link-link aja kok fer sekarang mah ._.
Kali tertarik bisa di cek somekindofninjapanda.blogspot.com.. yah kali-kali ada yang menarik gitu fer.. heheheh
Oooh dupaam.. bole bole kalo gw nggak nyasar nanti gw samperin yak..
heheh
Okeh Yar....
HapusNanti gue cek blog nya. Heheu
Btw, yang barubelajarmakan gimana Yar? Gue berharap itu juga dilanjutin. =D
Sepertinya tidak akan berlanjut fer.. itu.. adalah tulisan anak alay ._.
Hapuswkwk
Lah... Kayaknya sejenis kayak tulisan gue Yar. Jangan-jangan tulisan gue juga alay maksimal nih. Hahaha
HapusSetidaknya, di blog yang baru, lo juga bikin tulisan yang menghibur Yar. Biar gue bisa tahu perkembangan seorang jenius macam ente. Heheu
Nggak usah panjang-panjang. 6-8 paragraf cukup lah. Banyak-banyak nanti mata gue sakit bacanya. Lo kan kalo nulis udah kayak ngejar gebetan aja, berhentinya susah. Hehe
Ngahaha fer, tulisan loe itu yang bikin ngakak.
HapusWkwkwk
Dan seperti permintaanmu akhirnya gw ngepost lagi di barubelajarmakan.blogspot.com sok cekidot gan!
xD
Sepertinya gw bakal maenin 2 blog nih fer jadinya heheh
Btw, 6-8 paragraf kalo diketik banyak juga yak fer... ._.)
HapusYooosssh...
HapusYokai... nanti gue mampir Yar. Heheu
makasih perrr ditunggu oleh-olehnya :3
Hapus